Beberapa
hari lalu yaitu Sabtu (27/5/2017), tepat 11 tahun gempa bumi melanda
Yogyakarta dan sebagian wilayah Jawa Tengah pada tepatnya sabtu (27/5/2017).
Gempa yang berpusat di kabupaten Bantul 27 Mei 2006 silam menyebabkan ribuan
orang meninggal dunia dan luka-luka. Pasca-gempa, masyarakat semakin waspada
dan sudah siap dalam menghadapi bencana pasalnya di awal tahun 2017 pun terjadi
gampa walaupun tidak menyebabkan kerusakan tepatnya pada tanggal 13 januari
terjadi gempa yang dirasakan hingga daerah klaten. Kepala Pelaksana Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPDB) Bantul, Dwi Daryanto, menyampaikan, gempa
2006 terjadi sekitar pukul 05.53 WIB, berkekuatan 5,9 Skala Richer mengguncang
bumi Yogyakarta sekitar 57 detik, menghancurkan ratusan ribu rumah dan
menyebabkan ribuan orang meninggal.
Dari
data BPBD Bantul, jumlah korban meninggal di wilayah Bantul ada 4143 korban
tewas, dengan jumlah rumah rusak total 71.763, rusak berat 71.372, rusak ringan
66.359 rumah. Total korban meninggal gempa DIY dan Jawa Tengah bagian selatan,
seperti di Klaten, tercatat mencapai 5.782 orang lebih, 26.299 lebih luka berat
dan ringan, 390.077 lebih rumah roboh akibat gempa waktu itu.
Pusat
gempa berada di Sungai Opak di Dusun Potrobayan, Srihardono, Pundong. Mulai
dari pundong dusun potrobayan sebagai titik episentrum dan jalur gempa sampai
ke Klaten.
Saat
ini, di lokasi pusat gempa sudah berdiri tetenger atau tugu peringatan gempa
Yogyakarta letaknya 300 meter dari pusat gempa yang merupakan tempuran sungai
opak dan oya.
Berkaca
dari peristiwa itu, Pemerintah Kabupaten Bantul terus berupaya meningkatkan
kesadaran mengenai potensi gempa yang sewaktu-waktu bisa terjadi di wilayahnya.
Untuk itu diperlukan kesadaran semua pihak.
Untuk
membangun kesadaran masyarakat, salah satunya adalah dengan pembentukan desa
tangguh bencana. Hingga 2016, tercatat sudah ada 15 desa, dan ditargetkan pada
2021 mendatang, 75 desa yang ada di Kabupaten Bantul semua telah menjadi desa
tangguh bencana.
Adapun
15 desa yang sudah ditetapkan sebagai desa tangguh bencana itu sebagian besar
desa yang berada di sepanjang pesisir selatan Bantul.Selain desa, sudah ada
delapan sekolah ditetapkan sebagai sekolah tangguh bencana. Tidak hanya sebatas
pembentukan desa dan sekolah tangguh bencana.
Pasca-pembentukan,
kegiatan pendampingan tetap dilakukan termasuk pelatihan pengurangan risiko
bencana. Kawasan pesisir pun sudah terpasang Early Warning System (EWS), untuk
mengantisipasi tsunami.
Mungkin
tidak banyak masyarakat mengetahui tentang apa itu desa tangguh bencana atau
apa yang harus di lakukan untuk mengantisipasi apabila terjadi bencana,karena
kurangnya sosialisi ataupun kurangnya antusias untuk mencari informasi sehingga
banyak yang masih awam.
Tugas
kita sebagai kawula muda yang mungkin antusias terhadap informasi tinggi harus
menjadi pelopor untuk antisipasi bencana juga bisa mengajak sekurang-kurangnya
masyarakat di sekitarnya agar menjadi lingkungan yang tanggap bencana.
Seharusnya
organisasi masyarakat ataupun organisasi sosial harus memberikan sosialisasi
mengenai hal ini karena akan lebih efektif dan di terima masyarakat karena
membawa nama organisasi.