Ideologi merupakan gagasan dasar yang dianut oleh suatu
bangsa sebagai landasan dalam bernegara. Ideologi tidak hanya dibuat untuk
kepentingan bagi golongan tertentu. Ideologi dibuat agar seluruh lapisan
masyarakat yang ada di negara tersebut dapat terlindungi. Ideologi yang baik
yaitu ideologi yang bersumber dan diambil dari nilai-nilai budaya bangsa itu
sendiri. Hal ini berkaitan dengan penghayatan yang dilakukan oleh masyarakat
itu sendiri sehingga masyarakat betul-betul merasakan bahwa nilai-nilai dasar
tersebut milik mereka.
Ideologi haruslah mengandung cita-cita bersama di berbagai
bidang kehidupan masyarakat. Cita-cita tersebut merupakan landasan bagi
pembangunan yang akan dicapai oleh suatu bangsa. Dalam ideologi yang baik bagi
suatu bangsa terdapat dimensi fleksibilitas, yaitu nilai-nilai dasar tersebut
selalu relevan terhadap perkembangan zaman. Pancasila merupakan sebuah gagasan
yang digali dari nilai-nilai khas bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut akan
ada dan terus hidup dalam berbagai kehidupan masyarakat di Indonesia.
Nilai-nilai dasar tersebut selalu relevan bagi perkembangan zaman, sehingga
Pancasila bersifat dinamis dan selalu menyesuaikan dengan zamannya.
Dalam perjalanannya Pancasila sudah teruji sebagai ideologi
yang tangguh. Tepat sebelum proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945
pukul empat pagi, diadakan pertemuan mendadak oleh perwira Jepang yaitu
Nishijima karena pengumuman Pancasila dari Piagam Jakarta memiliki banyak
keluhan terutama dari masyarakat Indonesia Timur yang notabene adalah
non-Islam, mengenai sila pertama. Masyarakat Indonesia Timur mengeluhkan
sila pertama yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Kemudian usulan itu disampaikan kepada wakil pemuka agama
Kristen dan Katolik, dan mereka pun sangat keberatan terhadap bagian kalimat
tersebut. Mereka berkata bahwa bagian itu tidak bisa mengikat orang di luar
Islam. Bahkan hal itu disebut sebagai diskriminasi terhadap golongan minoritas.
Kemudian Moh Hatta, yang memimpin rapat PPKI setelah
berkonsultasi dengan Teuku Muhammad Hassan dan Kasman Singodimedjo menghapus
tujuh kata yang menjadi keberatan dimaksud. Sebagai gantinya atas usul Ki Bagus
Hadikusumo, ditambahkan sebuah ungkapan baru pada sila itu, sehingga berbunyi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan
bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain.
Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat,hak, dan kewajiban, saling mencintai, tenggang rasa, tidak semena-mena, terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat,hak, dan kewajiban, saling mencintai, tenggang rasa, tidak semena-mena, terhadap orang lain, gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang
mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak
kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan
Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Membentuk karakter adalah Suatu proses atau Usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, insan manusia sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Membentuk karakter adalah Suatu proses atau Usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak, budi pekerti, insan manusia sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
( Nurika Handayani )